PERTANIAN ORGANIK PADA KOMODITI CABAI
(Capsicum annum)
OLEH:
SAKTI
ARUZI MUNTHE
08.821.0003
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2011-2012
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan
kehadirat Allah Yang maha Esa, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini saya memaparkan tentang perbedaan petani kecil dan petani besar.
Makalah ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa dalam
memahami ruang lingkup pertanian organik diindonesia khususnya komoditi cabai.
Dalam menyelesaikan
tugas makalah ini, tentunya saya
mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih
yang dalam-dalamnya kami sampaikan :
·
Prof. Dr.ir.Retno astute kuswardani, Ms selaku dosen mata kuliah “pertanian organik ”
·
Rekan-rekan mahasiwa yang telah
banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian makalah ini
saya buat semoga bermanfaat.
Hormat saya
Sakti aruzi munthe
08
821 0003
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 4
1.2 Syarat tumbuh....................................................................................... 7
BAB II TEKNOLOGI BUDIDAYA.................................................................... 8
a. . Bahan
tanam............................................................................................... 8
b.Persemaian..................................................................................................... 8
c. . Penyiapan
lahan.......................................................................................... 9
d. Penanaman.................................................................................................. 10
e. . Pemulsaan................................................................................................... 10
f. . Pengapuran................................................................................................. 11
g.Pemupukan.................................................................................................... 11
h.Pengairan....................................................................................................... 11
i. . Penyakit...................................................................................................... 12
j. . Hama........................................................................................................... 17
BAB III PANEN DAN PASCA PANEN........................................................... 21
a. panen 21
b. pasca panen................................................................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................... 24
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................ 25
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan
dukungan
yang sangat tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun
demikian disadari bahwa
dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan
yang perlu diperbaiki.
Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh teknologi yang
memerlukan input (masukan) bahan-bahan anorganik yang tinggi terutama bahan
kimia pertanian seperti pupuk urea, TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan
produk-produk kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang
tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak pencemaran yang dapat
menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan
perusakan sumberdaya
alam, serta penurunan daya dukung lingkungan.
Adanya kesadaran akan akibat yang ditimbulkan dampak tersebut,
perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang berwawasan
lingkungan. Dewasa ini masyarakat sangat peduli terhadap alam dan kesehatan, maka
muncullah teknologi alternatif lain, yang dikenal dengan “pertanian organik”, “usaha
tani organik”, “pertanian alami”, atau “pertanian berkelanjutan masukan rendah”.
Pengertian tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip dan tujuan yang sama, yaitu
untuk melukiskan sistem pertanian yang bergantung pada produk-produk
organik dan alami,
serta secara total tidak termasuk penggunaan bahan-bahan
sintetik.
Cabai merah (Capsicum annum)
merupakan salahsatu jenis sayura n penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok
untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia. Cabai sebagian besar
digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan sebagiannya untuk ekspor alam bentuk kering, saus, tepung dan lainnya Di Propinsi Lampung, cabai merah termasuk
salah satu komoditi tanaman sayuran unggulan. Komoditi tersebut banyak
diusahakan di lahan ering baik dataran
tinggi maupun dataran rendah. Propinsi Lampung mempunyai potensi sumberdaya
alam khususnya lahan kering yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura.
Optimalisasi pemanfaatan lahan kering tersebut dapat dilakukan melalui penyediaan
teknologi spesifik lokasi.
Dalam upaya
pemenuhan kebutuhan akan produksi cabai merah yang lebih kompetitif, diperlukan
upaya peningkatan produksi yang mengacu pada peningkatan efisiensi baik
ekonomi, mutu maupun produktivitas melalui penerapan teknologi mulai dari
penentuan lokasi, penanganan benih, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan
panen yang tepat.
Beberapa kegiatan yang diharapkan
dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan
produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan,
serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:
a.
Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu
pendekatan untuk mengendalikan
hama
yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik dan
kimia,
dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan resiko-resiko
lingkungan.
Adapun caranya dapat melalui;
Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama
atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama
sp., sebagai musuh alami dari
parasit telur dan parasit larva hama
tanaman.
Menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat
(atraktan), yang menjauhkan hama dari
tanaman utama.
Menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur,
dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap
fungsida sintetis.
Melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap tahun .
b.
Sistem Rotasi dan Budidaya Rumput
Sistem pengelolaan budidaya rumput
intensif yang baru adalah dengan memberikan tempat bagi binatang ternak di luar
areal pertanian pokok yang ditanami rumput berkualitas tinggi, dan secara tidak
langsung dapat menurunkan biaya pemberian pakan. Selain itu, rotasi dimaksudkan
pula untuk memberikan waktu bagi pematangan pupuk organik. Areal peternakan
yang dipadukan dengan rumput atau kebun buah-buahan dapat memiliki keuntungan
ganda, antara lain ternak dapat menghasilkan pupuk kandang yang merupakan pupuk
untuk areal pertanian.
c.
Konservasi Lahan
Beberapa metode konservasi lahan
termasuk penanaman alur, mengurangi atau
tidak
melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah hilang baik oleh erosi
angin
maupun erosi air. Kegiatan konservasi lahan dapat meliputi:
Menciptakan jalur-jalur konservasi.
Menggunakan dam penahan erosi.
Melakukan penterasan.
Menggunakan pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan tanah.
4.
Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah
Konservasi dan perlindungan
sumberdaya air telah menjadi bagian penting dalam
pertanian.
Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah dilaksanakan tanpa
memperhatikan kualitas air. Biasanya lahan basah berperan penting dalam melakukan
penyaringan nutrisi (pupuk anoraganik) dan pestisida. Adapun langkah-langkah
yang ditujukan untuk menjaga kualitas air, antara lain;
Mengurangi tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan tanah bagian
atas
(top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water table).
Menggunakan irigasi tetes (drip irrigation).
Menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.
Melakukan penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah peningkatan
racun akibat aliran air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan
intensif.
5.
Tanaman Pelindung
Penanaman
tanaman-tanaman seperti gandum dan semanggi pada akhir musim panen tanaman
sayuran atau sereal, dapat menyediakan beberapa manfaat termasuk menekan
pertumbuhan gulma (weed), pengendalian erosi, dan meningkatkan nutrisi
dan kualitas tanah.
6.
Diversifikasi Lahan dan Tanaman
Bertanam
dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian dapat mengurangi
kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman, dan harga pasar.
Peningkatan diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain seperti pohonpohon dan
rumput-rumputan, juga dapat memberikan kontribusi terhadap konservasi lahan,
habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang bermanfaat. Beberapa
langkah kegiatan yang dilakukan;
Menciptakan sarana penyediaan air, yang menciptakan lingkungan bagi
katak,
burung dan binatang-binatang lainnya yang memakan serangga dan insek.
Menanam tanaman-tanaman yang berbeda untuk meningkatkan pendapatan sepanjang
tahun dan meminimalkan pengaruh dari kegagalan menanam sejenis tanaman saja.
7.
Pengelolaan Nutrisi Tanaman
Pengelolaan
nutrisi tanaman dengan baik dapat meningkatkan kondisi tanah dan melindungi
lingkungan tanah. Peningkatan penggunaan sumberdaya nutrisi di lahan pertanian,
seperti pupuk kandang dan tanaman kacang-kacangan (leguminosa) sebagai
penutup tanah dapat mengurangi biaya pupuk anorganik yang harus dikeluarkan.
Beberapa jenis pupuk organik yang bisa digunakan antara lain:
Pengomposan
Penggunaan kascing
Penggunaan Pupuk Hijauan (dedaunan)
Penambahan nutrisi pada tanah dengan emulsi ikan dan rumput laut.
1.2 Syarat tumbuh
Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran
rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian
0-1000 m dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur
remah atau gembur, subur, banyak mengandung bahan organik, pH tanah antara 6-7.
Kandungan air tanah juga perlu diperhatikan. Tanaman cabai yang dibudidayakan
di sawah sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan ditanam
pada musim hujan.
II. TEKNOLOGI BUDIDAYA
a.
Bahan Tanam
Sampai saat
ini banyak varietas cabai yang sudah dilepas di pasaran, baik yang hibrida
maupun yang non hibrida M-DT
b.
Persemaian
Untuk memperoleh bibit yang baik umumnya dilakukan penyemaian biji/benih di
tempat
persemaian, kemudian dilakukan penyapihan (pembumbungan) sebelum
ditanam
dilapangan.
Tempat persemaian berupa
bedengan berukuran lebar 1 m, diberi naungan atap plastic
transparan, dan atap menghadap ke timur.
Media persemaian terdiri
dari campuran tanah halus dan pupuk kandang steril (1:1)
Sebelum disemai bibit
direndam dalam air hangat (50oC) atau larutan Previcur N (1 cc)
selama 1 jam, untuk mempercepat
perkecambahan dan menghilangkan hama/penyakit
yang terbawa benih.
Benih disebar rata pada
bedengan dan ditutupi tipis tanah halus, lalu ditutupi lagi dengan
daun pisang atau karung basah
Setelah benih berkecambah
(7-8 hari) tutup daun pisang atau karung dibuka.
Setelah membentuk 2 helai
daun (12-14 hari) bibit dipindahkan ke dalam bumbungan
dengan media yang sama (campuran tanah dan
pupuk kandang). Bumbungan dapat
mengurangi kerusakan akar bila dipindahkan
ke lapangan.
Inokulasi cendawan mikoriza
sebanyak 10 gr/pohon sangat bermanfaat, karena dapat
mempercepat laju pertumbuhan dan kesehatan
tanaman di persemaian, juga dapat
meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan
tanaman di lapangan.
Penyiraman dilakukan
secukupnya tidak terlalu basah atau kering.
Persemaian juga disiangi
dengan cara mencabut gulma yang tumbuh.
Bibit yang tampak terserang
hama atau penyakit dibuang dan dimusnahkan.
Sebelum dipindah ke
lapangan dilakukan penguatan bibit dengan jalan membuka atap
persemaian supaya bibit menerima langsung
sinar matahari dan mengurangi penyiraman
secara bertahap. Penguatan bibit dilakukan selama
7 hari.
Bibit siap ditanam setelah
berumur 3-4 minggu dalam bumbungan. Bibit tersebut sudah membentuk 4-6 helai daun,
dan tinggi 5-10 cm.
Gambar 1.
Cara persemaian yang dianjurkan
c.
Penyiapan Lahan
Ø Penyiapan lahan bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi
tanah, meratakan permukaan tanah dan menghilangkan gulma.
Ø Pengolahan tanah berupa pembajakan/pencangkulan, pembersihan
gulma, perataan permukaan tanah, dan pembuatan bedengan, guludan, garitan,
lubang tanam,
Ø Untuk lahan kering/tegalan: lahan diolah sedalam 30-40 cm sampai
gembur, dibuat bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, jarak antar bedeng
30 cm. Dibuat garitangaritan atau lubang tanam dengan jarak tanam (50-60 cm)
x(40-50 cm).
Ø Untuk lahan sawah: lahan dibuat bedengan dengan lebar 1,5 m.
Antara bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Tanah di atas
bedengan diolah sampai gembur dan lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 50 cm
x 40 cm
Gambar 2. Pembuatan lubang tanam setelah
pemulsaan
d.
Penanaman
Ø Pemilihan waktu tanam yang tepat sangat penting, terutama berhubungan
dengan ketersediaan air, curah hujan, temperatur, dan gangguan hama/penyakit.
Ø Sebaiknya cabai ditanam pada bulan agak kering, tetapi air tanah
masih cukup tersedia.
Ø Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan, pada lahan
kering pada awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim hujan sedangkan
pada lahan beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April) dan awal musim kemarau
(Mei-Juni)
Ø Sebelum tanam, garitan-garitan yang telah disiapkan diberi pupuk
kandang atau kompos, dengan cara dihamparkan pada garitan. Di atas pupuk
kandang atau kompos diletakkan sebagian pupuk buatan, kemudian diaduk dengan tanah.
Ø Bedengan kemudian disiram dengan air sampai kapasitas lapang
(lembab tapi tidak becek).
Ø Dipasang mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang tanam.
Ø Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari.
e.
Pemulsaan
Ø Penggunaan mulsa pada budidaya cabai merupakan salah satu usaha
untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan yang baik.
Ø Mulsa dapat memelihara struktur tanah tetap gembur, memelihara
kelembaban dan suhu tanah. Juga akan mengurangi pencucian hara, menekan gulma
dan mengurangi erosi tanah.
Ø Mulsa plastik hitam perak dapat digunakan untuk penanaman cabai,
dipasang sebelum tanam cabai.
Ø Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan hasil
cabai, mengurangi kerusakan tanaman karena hama trips dan tungau, dan menunda
insiden virus.
Ø Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm (10 ton/ha) juga dapat
meningkatkan hasil cabai, tetapi mulsa jerami sebaiknya digunakan pada musim
kemarau, dipasang 2 minggu setelah tanam.
f.
Pengapuran
Ø Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman.
Pada pH netral (6,5-7,5) unsur-unsur hara tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak (optimal). Pada pH < 6,0 ketersediaan hara P, K, Ca, S, Mg, dan Mo menurun
dengan cepat. Pada pH > 8 ketersediaan hara N, Fe, Mn, Bo, Cu, dan Zn
relatif sedikit.
Ø Cabai mempunyai toleransi yang sedang terhadap kemasaman tanah,
dapat tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5- 6,8.
Ø Pada tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan
kapur pertanian sebanyak 1-2 ton/ha. Pengapuran dilakukan 3-4 minggu sebelum
tanam, dengan cara kapur disebar rata pada permukaan tanah kemudian diaduk
dengan tanah.
g.
Pemupukan
Ø Untuk penanaman cabai pada lahan kering di dataran tinggi/medium
(jenis Andosol/Latosol) adalah sebagai berikut: Pemupukan dasar terdiri dari
pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) atau pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) dilakukan
satu minggu sebelum tanam.
Ø Untuk penanaman cabai pada lahan sawah di dataran rendah (jenis
aluvial) pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) atau kompos (5-10 ton/ha).
h.
Pengairan
Ø Cabai termasuk tanaman yang tidak tahan kekeringan, tetapi juga
tidak tahan terhadap genangan air. Air diperlukan dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan atau kurang. Kelembaban tanah yang ideal 60-80% kapasitas
lapang.
Ø Masa kritis yaitu saat pertumbuhan vegetatif cepat, pembungaan dan
pembuahan.
Ø Jumlah kebutuhan air per tanaman selama pertumbuhan vegetatif 250
ml tiap 2 hari, dan meningkat jadi 450
ml tiap 2 hari pada masa pembungaan dan pembuahan
Ø Sistem irigasi tetes pada lahan kering dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan air dan hasil cabai.
Ø Atau pengairan sistem digenang (leb) selama 15-30 menit kemudian
airnya dikeluarkan dari petakan.
Gambar 3. Beberapa
contoh pembuatan irigasi tetes
i.
Hama dan Penyakit Utama
1.
penyakit
Penyakit
virus kuning
Gejala
1. Dari
jauh hamparan pertanaman cabai berubah dari warna hijau menjadi menguning.
Warna kuning hampir mirip penyakit bulai pada jagung sehingga sebagian petani
menyebutnya penyakit ”Bulai Amerika”.
2.
Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak
menghasilkan buah sama sekali.
3. Penyebab
penyakit adalah anggota kelompok virus Gemini yang juga banyak menyerang
tanaman tembakau, tomat.
4. Variasi
gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sbb:
Ø Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerutcekung berw arna
mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan
berwarna hijau tua.
Ø Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun
muda, gejala terlanjut pada hamper seluruh daun menjadi bulai.
Ø Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat
atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang
kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
Ø Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan
warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning
cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta
pertumbuhan terhambat.
Gambar 4.
Gejala serangan penyakit virus
kuning pada
tanaman cabai merah.
Penularan
dan Penyebab
1.
Penyakit yang disebabkan
oleh virus gemini tidak ditularkan karena tanaman bersinggungan atau terbawa benih.
Di lapangan virus ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci atau Bemisia
argentifolia. Kutu kebul dewasa yang mengandung virus dapat menularkan
virus selama hidupnya pada waktu dia makan pada tanaman sehat. Satu kutu kebul
cukup untuk menularkan virus. Efisiensi penularan meningkat dengan bertambahnya
jumlah serangga per tanaman.
2.
Sifat kutu kebul yang mampu
makan pada banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini menyebar dan menular
lebih luas berbagai jenis tanaman.
3.
Virus gemini memiliki
tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti: ageratum, kacang buncis,
kedelai, tomat, tembakau, dll.
Gambar 5. kutu
kebul dewasa (Bemisia tabaci)
Kepompong berbentuk oval, agak pipih,
berwarna hijau ke putih-putihan sampai kekuning-kuningan. Pupa terdapat pada
permukaan bawah daun. Serangga dewasa berukuran kecil, berwarna putih dan mudah
diamati karena pada bagian permukaan bawah daun ditutup lapisan lilin yang bertepung.
Gambar 6.
Imago dan pradewasa dari hama kutu kebul (B. tabaci)
Ukuran tubuhnya berkisar 1-1.5 mm dan
siklus hidupnya antara 7-21 hari. Serangga dewasa biasanya berkelompok dalam
jumlah yang banyak.
Bila tanaman tersentuh, serangga tersebut akan
beterbangan seperti kabut atau kebul putih.
Pengendalian
1.
Mengolah lahan dengan baik
serta memberikan pupuk berimbang untuk cabai, serta pemakaian plastik mulsa putih
perak.
2.
Pembibitan dengan cara
penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa atau plastik yang telah dilubangi.
Dan membuat rak pembibitan setinggi lebih kurang 1 m
3.
Untuk daerah yang baru
terkena serangan penyakit virus kuning tanaman muda (sampai 30 hari) yang
terserang segera dimusnahkan, dan disulam/diganti dengan tanaman yang sehat.
4.
Pada daerah-daerah yang
telah terserang berat, tanaman muda yang terserang tidak dimusnahkan, tetapi
dibuang bagian daun yang menunjukkan gejala kuning keriting dan kemudian
disemprotkan pupuk daun.
5.
Menanam pembatas/barrier jagung sebanyak
4-5 baris disekeliling pertanaman cabai.
6. Memasang
perangkap kuning sebanyak 40 buah/ha
7. Penanaman
tagetes (bunga tai ayam) terutama dipinggir pertanaman cabai.
Gambar 7. Bunga tagetes
8.
Pelepasan predator Menochillus
sexmaculatus, mampu memangsa sebanyak 200-400 ekor B. tabaci per
hari, 12 ekor thrips per hari, 200 ekor aphids per hari, Siklus hidup 18-24
hari, satu ekor betina menghasilkan telur sekitar 3.000 butir
Gambar
8. Imago predator (Menochillus sp) pada tanaman cabai
Penyakit
Antraknosa (Colletotrichum sp)
Gejala
serangan
Ø Gejala pada buah membuat buah busuk. Penyakit dapat menginfeksi
buah matang maupun buah muda.
Ø Gejala awal adalah bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang
dengan cepat sampai ada yang bergaris tengah 3-4 cm. Perluasan bercak yang
maksimal membentuk lekukan dengan warna merah tua coklat muda, dengan berbagai
bentuk konsentrik dari jaringan stromatik cendawan yang berwarna gelap.
Gambar 9.
Gejala serangan penyakit antraknosa
Pengendalian
•
Pemantauan dilakukan secara berkala
• Bila
terdapat daun/buah tanaman sakit, bagian tanaman yang sakit dimusnahkan.
•
Pertanaman disemprot dengan fungisida seperti Antrakol dengan dosis sesuai
anjuran.
Busuk
Batang dan Busuk Daun
Gejala
Ø Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun,
kemudian menyebar ke bagian bawah tanaman.
Ø Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat,
lalu hitam dan akhirnya membusuk.
Ø Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang
kuncup bunga yang lain, sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.
Ø Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah
terkelupas, akhirnya tanaman mati.
Ø Dalam kondisi kelembaban
tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari jaringan yang
terinfeksi cendawan.
Gambar 10.
Gejala serangan penyakit busuk batang dan busuk daun
Pengendalian
Ø Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi dan gulma yang bersifat inang
Ø Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian
dan palawija
Ø Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu
tanaman ke tanaman lain
Ø Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabai merah pada
musim hujan dengan curah hujan tinggi.
Ø Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam
Ø Memperbaiki drainase lahan.
Ø Menggunakan fungisida yang cocok untuk cendawan antara lain
fungisida sistemik Acelalamine, Dimethomorp, Propamocarb, Oxadisil, dan
pemakaian fungisida kontak Klorotalonil.
2.
Hama
Thrips (Thrips parvispinus)
Warna tubuh nimfa kuning pucat, dewasa
berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Terdapat 105 jenis tanaman yang dapat
menjadi inangnya antara lain tembakau, kopi, ubi
jalar,
klotalaria dan kacang-kacangan. Thrips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun,
serangan hebat umumnya terjadi pada musim kemarau
Gejala
Permukaan bawah daun yang terserang
berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau berkerut. Intensitas
serangan dapat mencapai 87%.
Gambar 11.
Hama trips dan gejala serangan
Pengendalian
v Pemantauan dilakukan pada 10-20 tanaman cabai secara berkala (5
hari sekali)
v Bila ditemukan populasi 5-10 Thrips/daun muda perlu dikendalikan
dengan pestisida seperti pegasus, mesural sesuai dosis anjuran.
v Memasang perangkap kuning di pertanaman cabai sebanyak 40 buah/ha.
Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Tanaman yang seringkali diserang oleh larva
lalat buah diantaranya adalah belimbing, mangga, nangka, rambutan, melon, dan
semangka, cabai, jeruk, jambu, pisang susu dan
pisang raja sere.
Gambar 12.
Imago dari lalat buah
Gejala
Serangan
Gejala serangan pada buah yang terinfestasi
lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositornya.
Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai berkisar antara 20-25%.
Gambar 13.
Gejala serangan hama lalat buah
Pengendalian
Memasang perangkap methil eugenol (ME)
sebanyak 50-100 buah/ha, pada saat tanaman berbunga. Lalat buah yang tertangkap
kemudian dimusnahkan.
Gambar 14.
Pemasangan perangkap methil eugenol
untuk
mengendalikan hama lalat buah
III. PANEN DAN PASCA PANEN
a.
Panen
ü Cabai merah dapat di panen pertama kali pada umur 70-75 hari
setelah tanam untuk dataran rendah.dan pada umur 4-5 bulan untuk dataran
tinggi, dengan interval panen 3-7 hari.
ü Buah rusak yang disebabkan oleh lalat atau antraknose segera
dimusnahkan.
ü Buah yang akan dijual segar dipanen matang. Buah yang dikirim
untuk jarak jauh dipanen waktu buah matang hijau. Buah yang akan dikeringkan
dipanen setelah matang penuh.
ü Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat,
bentuk normal dan baik.
ü Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan karung
jala.Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara.
b. Pasca Panen
1. Pengeringan
Secara
garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami
dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran
matahari langsung misalnya dengan penyinaran atau pemanfaatan energi panas. Beberapa
cara pengeringan sebagai berikut:
·
Cara petani:
Pengeringan
yang umumnya digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan lantai semen atau
pasangan batu bata yang diplester. Selain cara tersebut pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan rak-rak yang dibuat dari kayu atau anyaman bambu.
Pengeringan cara petani mempunyai keuntungan tidak memerlukan bahan bakar sehingga
biaya pengeringan murah, memperluas kesempatan kerja dan sinar matahari mampu
menembus ke dalam jaringan sel bahan. Sedangkan kerugiannya antara lain: suhu pengeringan
dan kelembaban tidak dapat dikontrol, hanya berlangsung bila ada sinar matahari.
·
Pengeringan buatan:
Pengeringan
buatan dengan energi matahari pada prinsipnya sinar matahari digunakan sebagai
pengganti sumber panas dari bahan bakar pada saat pengeringan.
Pengeringan
buatan berbentuk seperti lemari dengan dinding terbuat dari plastik dan rangka
terbuat dari kayu. Jumlah rak disesuaikan dengan besar dan ukuran alat
pengering. Rancangan alat pengering terdiri dari tiga bagian yaitu cerobong,
ruang pengering, dan kolektor. Kolektor terdiri dari isolator yang terbuat dari
seng bergelombang, yang berfungsi sebagai pengubah sinar matahari menjadi
sumber panas.
·
Keuntungan pengeringan buatan adalah:
(1) tidak perlu dijaga dari gangguan hujan dan
gangguan hewan peliharaan,
(2) tidak
perlu diangkat (dibongkar) sebelum kering.
·
Pengeringan dengan oven
Alat ini
mengunakan sumber panas dari tenaga listrik. Cabai merah dapat dikeringkan
dalam bentuk utuh atau dibelah. Cabai merah yang dibelah pengeringannya lebih cepat
dibandingkan dengan cabai yang dikeringkan utuh. Pengeringan dengan oven dapat
dilakukan pada suhu 60o C selama 20-25 jam. Untuk menjaga agar warna cabai
merah tetap baik, setelah dibelah cabai segera dikeringkan. Cara lain adalah direndam
dalam larutan bisulfit (Natrium Sulfit/ Natrium Metabisulfit) 0,2 % selama 5-10
menit.
·
Saus Cabai Merah
Ø Pilih cabai merah yang warna merahnya seragam. Cabai yang berwarna
hijau atau merah kehijauan tidak dianjurkan digunakan dalam pembuatan saus
cabai, karena akan menyebabkan saus cabai menjadi kecoklat-coklatan.
Ø Setelah dibuang tangkainya, cabai merah dicuci bersih lalu dikukus
sampai matang. Lama pemanasan tergantung pada banyaknya cabai merah yang
dikukus. Setelah matang cabai merah digiling bersama bumbu-bumbu yang terdiri
dari: bawang merah 1%, bawang putih 1%, berdasarkan berat bahan kedua bumbu
tersebut ditambahkan bersama cabai pada saat cabai dihancurkan sampai diperoleh
bubur cabai.
Ø Selanjutnya bubur cabai dipanaskan dan ditambahkan gula 6%, garam
2%, dan cuka 0,25% (berdasarkan berat bahan), semua bahan dipanaskan. Saus
cabai yang telah dimasak dimasukan dalam botol, lalu dilakukan pasteurisasi
selama 30 menit.
·
Tepung Cabai
Ø Pilih cabai yang sehat dan berwarna merah yang seragam.
Ø Dilakukan pemanasan awal (blansing) 7-10 menit lalu dikeringkan
menggunakan oven atau alat pengering dengan energi surya.
Ø Setelah kering diangkat dan digiling sampai halus.
Ø Dikemas dengan pengemasan yang ideal seperti dengan botol kaca
atau polyethylene yang tidak mudah menyerap uap air. Simpan ditempat yang
kering.
Ø Sebagai tambahan: cabai kering yang telah dibuat tepung dapat
dicampur dengan rempah-rempah lainnya dan dapat digunakan sebagai bumbu siap
pakai.
IV. KESIMPULAN
Ø Pada saat sekarang ini telah dilakukan perbaikan budidaya tanaman
yang mengacu pada pertanian organik, karena selain baik bagi kesehatan tubuh
juga baik untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah.
Ø Pertanian organik adalah pertanian yang terbebas dari bahan kimia
yang dapat merusak lingkungan maupun ekosistem.
Ø Cabai merah (Capsicum annum) merupakan salahsatu jenis
sayura n penting yang bernilai ekonomis tinggi.
Ø Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas
yang baik bagi tanaman hendaklah diperhatikan tata cara budidaya dan pemberian
unsure hara yang diperlukan.
Ø Dalam pertanian organik dianjurkan
menggunakan bahan – bahan yang organik seperti pupuk organik, pestisida nabati
dan predator atau musuh alami hama.
Ø Dalam pertanian organik, penggunaan
pestisida an organik sangatlah di batasi karena lama kelamaan dapat
mengakibatkan resurjensi terhadap hama itu sendiri. Maka dari itu penggunaan
bahan – bahan an organik harus lah sesuai dengan dosis yang dianjurkan dan
tidak boleh berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø www.budidaya-tanaman-cabai.com
Ø Kasumbogo
Untung. 1997 Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan
Lingkungan. Makalah yang Dibawakan Dalam Seminar Nasional Pertanian Organik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar